Gunungan ditampilkan pada saat awal pertunjukan wayang. Terdapat dua jenis yaitu gunungan gapuran (laki-laki) dan gunungan blumbungan (perempuan). Gunungan biasa dimainkan setiap sang dalang akan memulai dan mengakhiri pertunjukan wayang (tancep kayon). Gunungan dimainkan untuk menandai setiap babak yang dimainkan. Bisa pula dimainkan untuk menggambarkan sesuatu seperti: gunung, pohon besar, ombak samudra, angin ribut, api berkobar hebat dan gua.
Gunungan juga melambangkan pohon kehidupan— Kalpataru, yang bercabang delapan sebagai lambang awal dan akhir. Karenanya gunungan wayang juga melambangkan konsep mitos jawa: sangkan paraning dumadi. Pohon yang tergambar adalah pohon nagasari yang selain indah bentuknya juga kuat dan dianggap membawa pengaruh baik bagi orang disekitarnya. Sebagai perlambang, pohon pada gunungan melukiskan pohon yang ada di kahyangan, yaitu pohon Dewandaru yang dianggap membawa pengaruh keabadian atau kelanggengan.
Gambar pohon dalam gunungan melambangkan kehidupan manusia di dunia ini. Beberapa jenis hewan yang berada di dalamnya melambangkan sifat, tingkah laku dan watak yang dimiliki oleh setiap orang. Kebo=pemalas, monyet=serakah, ular=licik, banteng=lambang roh, anasir api dengan sifat kekuatan nafsu amarah, naga= lambang roh, anasir air, burung garuda: lambang roh, anasir udara. Gambar kepala raksasa itu melambangkan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki sifat tamak, jahat seperti setan. Gambar ilu-ilu banaspati melambangkan bahwa hidup di dunia ini banyak godaan, cobaan, tantangan dan mara bahaya yang setiap saat akan mengancam keselamatan. Gambar samudra dalam gunungan melambangkan pikiran manusia. Gambar Cingkoro Bolo – Bolo Upoto memegang tameng dan godho dapat diinterpretasikan sebagai lambang penjaga gelap dan terang. Gambar rumah joglo melambangkan rumah atau negara yang di dalamnya ada kehidupan yang aman, tenteram dan bahagia. Gambar raksasa digunakan sebagai lambang kawah candradimuka yakni sebuah pesan terhadap kaum yang berbuat dosa akan dimasukkan ke dalam neraka. Gambar api merupakan simbol kebutuhan manusia yang mendasar karena dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Di balik gunungan blumbungan terdapat sunggingan yang menggambarkan api yang sedang menyala. Ini merupakan candrasengkalan yang berbunyi “geni dadi sucining jagad” yang artinya 3441 dan apabila dibalik menjadi 1443 tahun saka. Itu diartikan bahwa gunungan tersebut diciptakan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1443 saka = 1521 masehi pada masa pemerintahan Raden Patah. Sedangkan gunungan gapuran (gerbang) sendiri digunakan pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwono II, dengan senkalan “Gapura lima retuning bumi” atau 1659 saka = 1734 masehi.
Gunungan dapat diartikan lambang Pancer, yaitu jiwa atau sukma, bentuknya yang segitiga mengandung arti bahwa manusia terdiri dari unsur cipta, rasa, karsa. Sedangkan lambang gambar segi empat melambangkan sedulur papat dari anasir tanah, air, api dan udara. Gunungan atau kayon merupakan lambang alam bagi wayang dimana menurut kepercayaan Hindu secara makrokosmos gunungan yang sedang diputar-putar oleh sang dalang, menggambarkan proses bercampurnya benda-benda untuk menjadi satu dan terwujudnya alam beserta isinya. Benda-benda tersebut dinakan Panca Maha Bhuta, lima zat yakni: Banu (sinar-udara), Bani (Brahma-api), Banyu (air), Bayu (angin) dan Bantala (bumi-tanah).
Makna yang terdapat dalam pohon kalpataru dalam gunungan tersebut berarti Brahma mula yang bermakna bahwa benih hidup dari Brahma. Lukisan bunga teratai yang terdapat pada umpak (pondasi tiang) gapura, mempunyai arti wadah (tempat) kehidupan dari Sang Hyang Wisnu, yakni tempat pertumbuhan hidup. Berkumpulnya Brahma mula dangan Padma mula kemudian menjadi satu dengan empat unsur, yaitu sarinya api yang dilukiskan sebagai halilintar, sarinya bumi yang dilukiskan dengan tanah dibawah gapura, dan sarinya air yang digambarkan dengan atap gapura yang menggambarkan air berombak. Dari kelima zat tersebut bercampur menjadi satu dan terwujudlah badan kasar manusia yang terdiri dari Bani, Banyu, Bayu dan Bantala, sedangkan Banu merupakan zat utamanya.
Sumber:
1. Lastzie’s Blog 2. Gunungan – Wikipedia Bahasa Indonesia 3. Gambar Kayon – Ki-demang.com 4. Filosofi Gunungan Wayang Kulit – filsafat.kompasiana.com
Drawing by abbysoekarno, 2011